Bapak Pengacara, Anak Harus Menjadi Pengacara?

  • 4 min read
  • Dec 17, 2020
Anak Harus Menjadi Pengacara

Dikenal sebagai pengacara terkenal dan tajir, wajar bila Hotman juga menginginkan anak-anak harus menjadi pengacara.

Di dunia kedokteran, bila seorang bapak menjadi dokter, hampir dipastikan anaknya pun disarankan menjalani profesi yang sama. Ini fenomena lumrah. Dan, begitupun qdi dunia pengacara, fenomena ini pun terjadi: bapak pengacara, anak pun menjadi pengacara. Setidaknya ini terlihat dari beberapa nama besar pengacara seperti Adnan Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis, OC Kaligis, dan lainnya. Hotman Paris termasuk di dalamnya. Ketiga anaknya menempuh pendidikan di kampus-kampus top bidang hukum.

Pertanyaannya, apakah benar saat bapak pengacara, anak harus menjadi pengacara juga? Apa yang melatarbelakangi? Saya sendiri melihat ada empat alasan yang melatarbelakangi Hotman mendorong anak-anak menjadi pengacara karena memiliki keinginan mereka bisa menjadi penerusnya.

Profesi yang Menjanjikan?

Saat orang tua mendorong agar anak-anak harus menjadi pengacara, ini menandakan bahwa profesi tersebut menjanjikan. Apalagi, banyak pengacara yang memiliki kehidupan mewah karena memberikan bantuan layanan hukum. Berdasarkan sejarah tumbuh-kembangnya firma hukum di tanah air, ternyata ada korelasi langsung antara lahirnya perundang-undangan atau regulasi dengan berkembangnya law firm di Indonesia. Mengapa? Adanya peraturan atau perundang-undangan yang berlaku, tentu memberikan peluang ekonomi bagi pengacara. Mereka adalah orang-orang yang dianggap bisa menjadi tempat konsultasi perundang-undangan, peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan lainnya.

Contohnya, menjelang akhir 1960-an, Indonesia tengah membuka investasi asing di sektor minyak dan gas bumi. Saat itu, Pemerintah memberlakukan Undang-Undang No. 1 Tentang Penanaman Modal Asing 1967. Ternyata, ini memberikan peluang bagi lahirnya firma hukum. Contohnya, saat itu tengah berlangsung terjadinya kontrak kerjasama antara Freeport dengan Pemerintah.

Perusahaan Amerika Serikat itu sempat membawa tim lawyer dari negeri Paman Sam. Tetapi, ada juga tim pengacara dari tanah air yakni Ali Budiarjo Nugroho Reksodiputro (ABNR) pada 1967. Setelah itu, seiring makin banyaknya perusahaan asing yang ingin berinvestasi di sektor migas memerlukan pengacara. Saat itu, hadirlah Adnan Buyung Nasution & Assosiates (ABNA) tahun 1969 dan Mochtar, Karuwin, Komar (MKK) pada 1971.

Kemudian, perkembangan firma hukum berlanjut seiring dengan berlakutnya Paket Oktober 1988 tentang kemudahan pendirian perbankan (Pakto), UU No. 8 Tentang Pasar Modal 1995 yang memicu munculnya asosiasi pengacara hukum pasar modal, krisis ekonomi 1998 yang mendorong kepailitan, dan lainnya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa seiring terjadinya arus perubahan, disitulah ada opportunity bagi pengacara. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila profesi ini dinilai sangat menjanjikan.

Hotman sendiri menjadi pengacara yang besar karena situasi perubahan di era 1990-an hingga lahirnya krisis ekonomi 1997-1998. Ia menjadi salah satu pengacara yang ahli di corporate law dan kepailitan, sehingga di saat banyaknya perusahaan-perusahaan gagal bayar kepada kreditur, ini menjadi rezeki Hotman. Karena alasan gurihnya bayaran sebagai pengacara, Hotman menginginkan anak-anak harus menjadi pengacara sebagaimana dirinya.

Anak Kuliah Hukum di Luar Negeri. Sumber foto di sini.

Hal ini juga yang dirasakan saat pandemi. Menurut Hotman, pandemi telah membawa rezeki. Banyak konglomerat yang datang kepadanya untuk meminta bantuan penyelesaian perkara hukum, seperti hubungan industrial dan bahkan kepailitan.

Second Generation

Bagi orang tua, barangkali ada kebahagiaan tersendiri apabila sang anak bisa melanjutkan apa yang sudah dirintis olehnya. Setidaknya, mereka tidak memulainya dari nol sama sekali, melainkan melanjutkan apa yang sudah dibangunnya. Dengan begitu, generasi kedualah (atau barangkali seterusnya) yang mengembangkan hingga besar.

Mayoritas pengacara yang sudah punya nama besar dan memiliki law firm, memiliki keinginan untuk diteruskan oleh keluarganya, terutama anaknya. Dalam hal ini, Hotman yang sudah membangun law firm miliknya, sejak kecil telah menyiapkan anak-anak harus menjadi pengacara. Dimulai sejak pendidikan dasar yang harus kelas internasional, lalu di tingkat menengah mengikuti short-course hukum di luar negeri dan kuliah di kampus beken. Kini, ia memilih kedua anaknya yakni Fritz Hutapea dan Frank Alexander Hutapea untuk bergabung secara langsung di firma hukum yang didirikannya.

Ini tak mengherankan apabila Hotman berusaha keras agar anak-anaknya tertarik untuk melanjutkan bisnisnya. Ia rela mengeluarkan kocek lebih dalam demi menyekolahkan mereka ke kampus-kampus ternama di luar negeri. Tak hanya itu, sebelum berangkat kuliah ke luar negeri, ia mengancam kepada anak-anaknya apabila setelah lulus kuliah, ia harus pulang ke tanah air. Bila tidak, anak yang tidak pulang ke Indonesia tidak akan mendapatkan hak waris darinya. Tentu, ini adalah ancaman yang positif. Tujuannya adalah supaya mereka berkenan pulang. Apabila tidak ada ancaman ini, kemungkinan besar godaan tidak kembali ke tanah air bisa terjadi.

Oleh karena itu, bisa dipahami jika Hotman memberikan ultimatum kepada anak-anaknya demikian. Dengan kembalinya anak-anak ke tanah air, ini diharapkan bisa memperkuat lini bisnis firma hukum keluarga.

Meningkatkan Jam Terbang

Menggembleng atau membimbing anak secara langsung memberikan kepuasan tersendiri bagi orang tua. Meskipun ada perbedaan antara menggembleng anak buah (karyawan) dan anak sendiri. Tetapi, ketika kita berhasil menciptakan chemistry dan bisa menggembleng langsung, orang tua merasa puas dengan tugasnya sebagai coach atau family leader bagi anak-anaknya.

Ketika mendorong anak-anak harus menjadi pengacara, Hotman termasuk orang yang suka ‘turun langsung’ menggembleng anaknya untuk menangani perkara hukum klien. Sebagaimana yang sering dikatakan olehnya bahwa sekolah saja tidak cukup. Yang menentukan kesuksesan seorang pengacara adalah jam terbang yang tinggi atau pengalaman menangani perkara.

Oleh karena itu, saat kedua anaknya memutuskan ikut dalam firma hukumnya, ia merasa puas dan senang. Dengan demikian, ia bisa menggembleng mereka secara langsung untuk menangani perkara-perkara yang diharapi.

Mempromosikan Generasi Kedua

Berbekal pengakuan (recognized) dan ekuitas personal branding yang bagus, maka tak jarang ini dilakukan oleh generasi pertama untuk mempromosikan generasi kedua. Caranya mempromosikan generasi kedua oleh generasi pertama adalah dengan melibatkan generasi kedua dalam setiap penanganan perkara hukum. Dengan demikian, keterlibatan ini diharapkan bisa menciptakan interaksi dan relationship, sehingga secara perlahan membangun kepercayaan klien kepada generasi kedua yang sedang digembleng generasi pertama.

Anak Harus Menjadi Pengacara
Hotman dan Anaknya Bertemu Prabowo. Sumber foto di sini.

Hotman adalah contoh pengacara yang kerap membawa anak-anaknya, terutaman Fritz dan Frank, untuk bertemu dengan klien-klien besar seperti konglomerat lokal. Mereka dilibatkan dalam rangka turut serta menangani perkara hukum yang sedang ditanganinya. Contohnya, ia membawa kedua anaknya untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dan, Hotman tak sungkan memfotonya bersama, lalu dipasang di akun media sosialnya yang memiliki jutaan pengikut.

Dengan begitu, Hotman pun tak hanya mempromosikan kepada kliennya yang cenderung pola business to business (B2B), melainkan kepada khalayak luas agar anak-anaknya kian dikenal. Semakin dikenal publik, tak menutup kemungkinan akan menaikkan posisi tawar dan menjadi selling point di mata klien.

Sumber foto: Tribunews, Tribun Jatim dan Hotman Paris Official

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *