Banyak pakar mengatakan bahwa di era VUCA, kelincahan (agility) menjadi aspek penting dalam manajemen kepemimpinan. Ia dituntut untuk tangkas membaca masalah, hingga pengambilan keputusan pun menjadi lebih cepat. Dan, ujian kepemimpinan seseorang saat ini adalah seberapa cepat ia mengidentifikasi masalah dan menghasilkan jalan keluarnya yang terbaik. Dalam hal ini, satu hal yang bisa kita pelajari dari gaya kepemimpinan Rizal Ramli ialah efektivitasnya mengenali masalah dan menghasilkan terobosan solusi.
Media massa dan publik mengenal Rizal Ramli sebagai Mr. Breakthrough. Hal ini dikarenakan kebijakan atau solusi yang ditawarkannya cukup berani dan inovatif. Benarkah demikian? Seberapa breakthrough solusi-solusi yang ditawarkan? Mungkin, inilah pertanyaan-pertanyaan umum yang biasa kita temukan. Untuk mengetahui seberapa efektif dan breakthrough solusi dari Rizal Ramli, barangkali kita bisa beranjak dari bagaimana cara ia mengidentifikasi, mengenali dan menganalisa masalah.
Menurut Thomas Wedell dalam bukunya What’s Your Problem (2020), banyak orang yang merasa membuang percuma waktu dan tenaga untuk menyelesaikan masalahnya karena bermasalah dengan pemecahan masalah (problem with problem solving). Dengan kata lain, mereka yang berhasil mengenali dan mendalami masalah, maka tidak heran bila solusi yang ditawarkan pun bisa lebih baik. Ini seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein bahwa jika ia memiliki waktu satu jam untuk memecahkan permasalahan, maka lima puluh lima menit dialokasikan untuk mendefinisikan masalah dan sisa lima menit untuk memecahkannya. Dengan demikian, untuk menguji inovasi solusi bisa menggunakan parameter pengenalan masalah.
Rajawali Ngepret Rizal Ramli
Saat menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya, istilah Rajawali Ngepret sempat ramai dikutip media massa ataupun media sosial karena digunakan oleh Rizal Ramli. Sebagaimana sering diungkapkan oleh Rizal bahwa Rajawali Ngepret dimaksudkan untuk menyadarkan orang tentang masalah yang sedang dipecahkannya. Di kalangan orang Sunda, istilah ngepret biasanya diasosiasikan dengan kata “tampar” atau “menampar”. Tetapi, selain itu, istilah ngepret juga identik dengan mencipratkan air oleh tangan. Contohnya, kata ngepret bisa digunakan ketika membangunkan orang tidur dengan mencipratkan air pada mukanya. Atau, kata ngepret bisa juga melekat pada upaya menyadarkan orang yang tengah tidak sadar ataupun kesurupan dengan mencipratkan air.
Dengan demikian, kata ngepret melekat sebagai upaya “membangunkan” dan “menyadarkan”, sehingga orang akan melek dan jeli melihat permasalahan. “Waktu di Pemerintahan Jokowi, saya ada dua jurus. Satu, jurus kepret buat yang brengsek-brengsek dan ngaco-ngaco. Yang kedua, jurus Indonesia bangkit. Nah, media senangnya yang kepret karena ramai,” ujar Rizal Ramli.
Lantas, sebenarnya seberapa efektif Rizal Ramli dengan Rajawali Ngepret-nya itu untuk mengenali masalah? Mari kita cek berbagai pernyataan usulan atau kebijakannya saat duduk di kursi kekuasaan.
Sehari setelah dilantik menjadi Menko Maritim, ada beberapa persoalan yang menarik perhatian Rizal Ramli dan ia tidak segan mengepret Kementerian BUMN ialah terkait rencana pembelian pesawat jarak jauh, pembangunan storage minyak mentah oleh Pertamina, pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 Mega Watt (MW) hingga proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jebret. Dengan kepretan Rizal Ramli di media massa, para pejabat atau kementerian terkait pun langsung mengomentari pernyataan Rizal dan menjadi bahan diskusi publik.
Bukan tanpa alasan Rizal mengkritik secara terbuka kebijakan para menteri lain. Umpamanya, dalam pembangunan storage minyak Pertamina, ini disebut sebagai pemborosan yang akan dilakukan oleh BUMN, yang sebenarnya storage itu tidak diperlukan. Kalaupun diperlukan, Rizal menilai, yang membangun adalah pihak pemasok minyak. Ia mengibaratkan seperti tukang krupuk keliling bahwa merekalah yang menyediakan kaleng dan menyuplai isinya setiap hari di warung. Kepretan ini dinilai telah berhasil menggagalkan rencana pembangunan storage di Pertamina yang diperkirakan akan mengeluarkan dana sangat besar.
Lalu, di kebijakan lain, Rizal mengkritik rencana pembelian pesawat long-haul yang bisa memberatkan kondisi keuangan maskapai Garuda. Harga pesawat tersebut dinilai sangat mahal, sementara di pihak lain, rute yang dipilih penerbangan pesawat tersebut yakni ke Benua Amerika dan Eropa belum tentu menguntungkan serta persaingan yang tinggi. Untuk itu, Rizal mengusulkan pembelian pesawat cukup untuk memenuhi pasar domestik dan regional Asia. Kepretan tersebut sempat membuat terkejut sang menteri. Sayang, kepretan Rizal tidak mempan, dan pembelian pesawat jarak jauh tetap dilakukan.
Memang, seperti disadari Rizal bahwa tidak semua kepretannya membuat proyek terebut gagal diteruskan. Tetapi, dengan ada jurus Rajawali Ngepret, Rizal ingin adanya membuat kebijakan negara lebih transparan dan akuntabel. Meskipun banyak yang menuduhnya kerap membuat gaduh, Rizal tetap percaya diri bahwa kepretannya ditujukan untuk kebaikan rakyat. Ia mengilustrasikannya seperti seorang petani yang hendak memanen padinya. Petani tersebut perlu membuat gaduh agar sawahnya bersih dari serangan tikus. Berikut ini adalah tabel rangkuman dari pernyataan-peryataan Rizal Ramli terkait Jurus Ngepretnya. Dari tabel ini, kita bisa membaca ketiga kolom yang ada yakni kebijakan pemerintah, Rajawali Ngepret (cara menganalisa masalah ala RR) dan kesimpulan. Dengan tabel yang penulis susun ini, kita dapat menilai bahwa proporsi analisa Rajawali Ngepret ala Rizal Ramli ternyata cukup beda.
Bagaimana contoh yang dilakukan oleh Rizal Ramli dalam melihat masalah? Misalnya, ada satu contoh yang bisa kita pelajari dari caranya melihat masalah dan menemukan solusinya. Ketika Rizal dihadapkan suatu kenyataan adanya rush money di BII, bank tersebut pun terancam kolaps. Rekomendasi solusi dari lembaga kreditur dunia, untuk penyelamatan, Pemerintah bisa menyuntik dana hingga 5 triliun pada bank tersebut. Tetapi, Rizal memilih jalan lain dengan mengganti jajaran direksi serta menugaskan pada direksi Bank Mandiri (representasi Pemerintah) untuk mengumumkan rencana akuisisi BII. Tujuannya agar kepercayaan nasabah kembali pulih karena ada jaminan dari Pemerintah melalui Bank Mandiri. Hasilnya, dalam tiga bulan, dana nasabah bisa kembali ke BII.
Melihat contoh kasus di atas, kita bisa petakan bahwa rekomendasi dari lembaga kreditor dunia sebagai frame (identifikasi awal). Tetapi, adakah cara lain untuk menyelematkan bank? Pergantian direksi dan penyelenggaraan konferensi pers seolah-olah adanya akuisisi BII oleh bank Pemerintah yang memicu peningkatan kepercayaan masyarakat, ini sebagai upaya reframe.
Pelajaran Bagi Kita
Bagi kita sendiri, apa yang sebenarnya bisa dipelajari dari gaya kepemimpinan Rizal Ramli? Satu hal yang bisa kita pelajari dari cara pengelolaan masalah ala Rizal Ramli adalah mempertanyakan kembali apakah ini sudah dilakukan secara inovatif atau belum. Lantas, bagaimana supaya cara membaca itu efektif?
Rizal Ramli dikenal dengan jurus Rajawali Ngepret. Thomas Wedell dalam buku What’s Your Problem (2020) menggunakan istilah reframing the problem: men-challenge pemahaman awal terhadap masalah dengan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk mencari potensi alternatif solusi yang tepat. Tetapi, keduanya memiliki kesamaan: pentingnya mengenali dan mendalami masalah untuk menemukan alternatif solusi yang jitu. Tanpa memahami masalah secara tepat bisa jadi solusi yang dihasilkan pun kurang mengena.
“Reframe is where you challenge your initial understanding of the problem. The aim is to rapidly uncover as many potential alternative framings as possible.”
Thomas Wedell
Contohnya, orang banyak mengkritik penyemprotan cairan disinfektan di area terbuka seperti jalan raya melalui mobil pemadam kebakaran atau bahkan hujan buatan disinfektan menggunakan pesawat Hercules. Solusi ini dinilai tidak efektif dan buang anggaran karena menurut para ahli virus Corona akan mati dengan sendirinya akibat terkena sinar ultraviolet dari matahari. Dengan begitu, pemahaman yang keliru akan menghasilkan solusi yang salah. Contoh nyata lainnya adalah penyaluran bantuan sosial dalam bentuk barang kebutuhan pokok. Hasilnya, bantuan sosial bentuk barang ini rentan kualitas barang diturunkan (dikorupsi), kelebihan berbayar (markup), berisiko kadaluarsa (seperti beras membatu), kesulitan distribusi, dan lainnya. Inilah yang terjadi dengan kondisi bantuan sosial di tanah air.
Tak heran apabila Thomas Wedell mengatakan problem with problem solving. Ia kerap kali menemukan orang memiliki masalah dengan pemecahan masalah. Lantas, bagaimana agar cara pemecahan masalah itu efektif? Bila kita mengutip cara pemecahan masalah ala Thomas Weddell, maka kita bisa menemukan tiga jurus.
Pertama, frame, yaitu tahap awal orang mengenali masalah. Di sini, biasanya orang langsung mencatat masalahnya apa, merinci solusi yang diperlukan hingga tenggat penyelesaian masalah. Contohnya, ketika pengelola gedung pusat perbelanjaan mendapatkan keluhan mengenai eskalatornya yang dianggap kurang cepat, pihak manajemen berpikiran bahwa solusinya adalah membeli teknologi yang lebih cepat. Lalu, adakah alternatif lain?
Kedua, reframe, di mana masalah yang sudah diidentifikasi awal di tahap frame perlu diperiksa kembali. Mengapa? Tujuannya untuk mencari alternatif solusi lain yang barangkali lebih jitu pemecahannya. Untuk memeriksa kembali masalah, setidaknya ada lima pertanyaan yang diajukan untuk mengelaborasi masalah seperti di bawah ini. Contohnya, bila masalah di dalam eskalator itu ialah tentang kecepatan, bisakah melihatnya keluar dari konteks kecepatan? Adakah kemungkinan lain di luar itu? Lalu, jika tujuannya orang merasa tetap nyaman dan cepat menggunakan eskalator, adakah tujuan lain yang lebih baik? Teliti dan uji hal yang bisa jadi titik terang.
- Look outside the frame. What are we missing?
- Rethink the goal. Is there a better objective to pursue?
- Examine bright spots. Where is the problem not?
- Look in the mirror. What is my/our role in creating this problem?
- Take their perspective. What is their problem?
Dengan kelima hal tadi, ini diharapkan kita bisa mengenali masalah lebih baik, sehingga alternatif solusi yang ditemukan pun diharapkan bisa lebih tepat. Dalam contoh eskalator tadi, bisa jadi solusinya bukanlah soal kecepatan semata. Tetapi, pengelola pusat perbelanjaan bisa menciptakan rasa nyaman saat di eskalator sehingga orang tidak merasa lama berada di eskalator dengan menyediakan cermin di sampingnya. Begitupun lift perkantoran, agar orang tidak merasa lama di lift, maka pengelola gedung memasang cermin di dalamnya.
Ketiga, move forward is the last step in the reframing process is to plan how you’ll validate your problem framing through real-world testing. Pada dasarnya, masalah yang sudah diidentifikasi di tahap reframe dapat divalidasi melalui empat cara. Pertama, gambarkan permasalahan pada pemangku kepentingan. Di dunia startup, ini dikenal “problem meetings”: mampu menggambarkan permasalahan pada pelanggan supaya konsumen merasakan hal yang sama. Kedua, mengundang pihak luar untuk terlibat dan membantu. Ketiga, menguji permasalahan dengan menanyakan apakah masalah itu nyata dan apakah para pemangku kepentingan ingin turut menyelesaikan masalah tersebut. Keempat, pertimbangkan untuk membuat prototipe solusi. Ini cara terbaik membuat simulasi pemecahan masalah.