Membumikan Visi Hidup Bermakna

  • 3 min read
  • Dec 19, 2020
Membumikan visi

Di dalam kepemimpinan, membumikan visi merupakan upaya mengamalkan rencana menjadi kenyataan. Di sinilah letak kehebatan seorang pemimpin.

Banyak brand sukses yang besar karena identik dengan sang pendiri. Ini biasanya dikarenakan kuatnya kepemimpinan sang founder. Contohnya Apple identik dengan Steve Jobs, Microsoft dengan Bill Gates, Tesla itu Elon Musk, Virgin sama dengan Richard Branson, dan lainnya. Dengan kepemimpinan yang kuat, Paragon (perusahaan yang menaungi merek Wardah) pun hampir tidak bisa lepas dari pendirinya yaitu Nurhayati Subakat. Dalam membangun perusahaannya, Nurhayati percaya bahwa visi bisa menjadi kekuatan sekaligus keunggulan daya saing yang bisa membuat entitas usahanya lebih kompetitif.

Apa yang membuat perusahaan kuat diasosiasikan dengan pendirinya? Menurut hemat saya, ini dilatarbelakangi kekuatan visi yang dibawa dan diimplementasikan di operasional perusahaan. Ketika Apple didirikan, Steve Jobs dan Steve Wozniak memiliki visi untuk mendobrak kemapanan dengan sesuatu yang berbeda. Visi ini yang akhirnya membuat Apple sukses.

“Everything we do, we believe in challenging the status quo. We believe in thinking differently.”

Simon Sinek, Start with Why (2011)

Di Paragon sendiri, kita mengenal sosok Nurhayati Subakat sebagai pendiri perusahaan. Setelah 35 tahun (1985) berdiri, Paragon menjadi salah satu perusahaan lokal yang diperhitungkan dan mampu bersaing dengan pemain global di dalam negeri pada banyak kategori kosmetik atau personal care. Bahkan, salah satu merek yang dikelolanya yakni Wardah dinilai layak menjadi iconic brand bagi segmen muslim. Apa kunci suksesnya? Ibu tiga anak itu menyebutkan resepnya yaitu membumikan visi.

Visi Sebagai Fondasi Bisnis

Visi ini yang dinilai bisa menjadi panduan mencapai tujuan dan sekaligus pegangan di saat Paragon sebagai perusahaan keluarga berpotensi konflik. Apa visi dari Paragon? Sebagaimana dipaparkan oleh Nurhayati, visi Paragon adalah “hidup bermakna”.

Sebagai fondasi, visi ini diterjemahkan sebagai why (alasan mengapa didirikan) yaitu memberikan nilai manfaat bagi konsumen ataupun masyarakat luas. Lalu, dari sisi tujuan atau dalam perspektif what, visi ini bisa diartikan bagaimana mengembangkan Paragon sebagai entitas usaha agar lebih banyak memberikan nilai manfaat. Terakhir, dari perspektif panduan atau biasa dikenal how, visi ini menjadi semacam pegangan agar tata kelola usaha dirancang untuk memberikan kebermanfaatan yang luas.

Melihat visi ini, bila kita membaca buku Simon Sinek Start with Why (2011), maka Nurhayati Subakat meletakkan kontribusi sosial ini sebagai “why” keberadaan Wardah. Dengan menonjolkan mengapanya, maka konsumen bisa merasakan keunggulan Wardah dibandingkan kompetitornya.

Pertanyaannya adalah bagaimana upaya membumikan visi itu di dalam perusahaan, dan bagaimana Nurhayati selaku pendiri living by vision? Untuk memudahkan bagaimana membumikan visi ini, Nurhayati telah menyusun 5 karakter menuju hidup bermakna yaitu ketuhanan, kepedulian, kemanusiaan, ketekunan dan inovasi. Kelima karakter ini didorong menjadi budaya kerja sehingga bisa mendongkrak kinerja perusahaan.

Membumikan visi
Nurhayati Sukses Memimpin Paragon. Sumber foto di sini.

Tidak Hanya Ngejar Profit

Dengan adanya visi, bagi Nurhayati, perusahaan beroperasi tidaklah hanya mengejar keuntungan. Lebih dari itu, kehadiran Paragon dalam upaya membumikan visi di tengah masyarakat harus memberikan makna sehingga kehidupan mereka kian lebih baik. Kontribusi ke masyarakat ini menjadi visi besar perusahaan. Kontribusi di sini diartikan sebagai upaya perusahaan untuk memberikan value bagi konsumen, masyarakat dan negara.

Misalnya, keberadaan Paragon di Indonesia harus memberikan kesempatan yang luas agar putra-putri terbaik bisa bekerja di perusahaan ini. Ketika mereka bekerja dan mendapatkan pendapatan, akhirnya kehidupannya pun meningkat lebih baik. Dengan demikian, masyarakat pun bisa memiliki kehidupan yang layak.

Bagi konsumen, tentu saja Wardah ingin memberikan produk yang aman, bermanfaat dan inovatif. Lalu, dari sisi masyarakat, Wardah juga berupaya untuk berkontribusi di dunia pendidikan, kewirausahaan, kefarmasian, dan lainnya. Contoh yang fenomenal adalah pada saat Nurhayati menyumbangkan keuntungan Paragon yaitu sejumlah Rp40 miliar untuk membantu pengadaan alat pelindung diri bagi nakes saat berhadapan dengan pandemi Covid-19. Di tengah keterbatasan bantuan saat itu, donasi sebesar Rp40 miliar ini cukup fantastis. Tak jarang, berita tentang sumbangan itu pun viral di jagat media sosial.

Successful Givers

Cerita tentang kedermawanan Nurhayati Subakat ini bukanlah hal baru. Bagi pemilik Wardah ini, antara bisnis dan memberi itu berjalan seirama alias tidak bertabrakan. Contohnya, untuk masyarakat akademik, Wardah merupakan salah satu donatur di kampus ITB yang besaran alokasinya cukup besar untuk pengembangan riset di kampus. Contohnya secara internal, ia memberikan bonus umroh bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari tujuh tahun. Ini merupakan bagian dari membumikan visi di internal dan mengimplementasikan karakter kepedulian.

Dalam buku Give and Take (2014), Adam Grant karakteristik membuktikan bahwa orang yang suka memberi (giver) relatif lebih sukses dibandingkan mereka yang menempatkan kepentingan sendiri lebih utama (selfish) dan taker. Dengan memberi, maka akan tercipta ripple effect yang bisa membantu brand kita secara langsung atau tidak.

Berdasarkan pemetaannya terhadap empat karakteristik dengan dua variabel concern for self-interest dan concern for other’s interest, Adam menemukan apathetic, selfish (takers), selfless (self-sacrificing givers), dan otherish (successful givers). Nurhayati Subakat sendiri bisa dikatakan masuk kategori otherish. Sebagaimana sering dikatakan olehnya bahwa ketika ka banyak memberi, tetapi secara bersamaan, ia pun banyak mendapatkan pertolongan. Ia yakin, sukses usahanya berdasarkan 5P: pertolongan Allah, product, price, place, dan promotion.

Contohnya, dengan memberikan bonus umroh bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari tujuh tahun, ini menciptakan keharmonisan bekerja, kekeluargaan dan loyalitas pada perusahaan. Dengan pemberian donasi dalam rangka penanganan Covid-19, yang kala itu masih sedikit yang aware, ternyata kian memperkuat ekuitas merek Wardah dan meningkatkan promosi di berbagai media. Share of voice atau nilai pembicaraan Wardah di platform digital pun relatif positif. Barangkali, inilah yang disebut dengan pertolongan Allah.

Sumber foto: Tribunnewswiki & Republika

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *