Hotman Paris: Suatu Profil

  • 5 min read
  • Nov 29, 2020
Hotman Paris

Dikenal sebagai pengacara glamor, Hotman Paris meniti karir yang cukup panjang. Namanya berkibar setelah Reformasi hingga sekarang.

Hotman Paris Hutapea lahir pada 20 Oktober 1959 di Tapanuli Sumatera Utara. Ia merupakan anak ke-6 dari 10 saudara. Sejak kecil, sang orang tua mengajarkan tentang kesederhanaan dan kedisiplinan. Ia menempuh pendidikan sejak sekolah dasar hingga menengah atas di tanah kelahirannya yakni SD N Laguboti (1966-1971), SMPN Laguboti (1972-1974), dan SMAN Laguboti (1975-1977).

Lalu, setelah menamatkan SMA, sebagaimana laiknya putra daerah lain, banyak yang tertarik melanjutkan studinya di Pulau Jawa. Hotman pun memilih untuk daftar di Bandung. Setelah lulus SMA, sebagaimana anak sekolahan pada zamannya di daerah Sumatera Utara, mayoritas pemuda ingin melanjukan kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Mengapa?

Kala itu, kuliah di ITB adalah keren. Hotman pun ingin kuliah di ITB, tetapi sayang tidak diterima. Akhirnya, Hotman pun memilih jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung (1978-1981). Tak sampai empat tahun, Hotman sudah menyandang gelar sarjana hukum.

Di Universitas Parahyangan ini, Hotman bertemu dengan Augustianne Sinta Dame Marbun. Ia pun menikahinya. Hasil pernikahannya itu, ia memiliki tiga orang anak yaitu Frank Alexander Rajapanggomgom Hutapea, Felicia Putri Parisienne Hutapea dan Fritz Paris Junior Hutapea. Seluruh anaknya, kini berkarir di dunia hukum, mengikuti jejak sang ayah.

Awal Karir

Karirnya sebagai advokat diawali dengan bekerja di OC Kaligis (OCK) & Associates dan Nasution Lubis Hadiputranto (NLH) pada 1982. “Lulus kuliah, aku direkomendasi teman dosenku untuk masuk kantor pengacara OCK. Dengan tekad bulat, kucari kantor OC Kaligis. Aku naik bus kota. Setelah muter-muter, sampailah aku di kantornya, di kompleks ruko kawasan Glodok. Sambil membawa map lamaran, kumasuki kantornya,” cerita Hotman yang kemudian langsung diterima oleh OCK.

Di kantor OCK-lah Hotman merasakan pengalaman pertamanya beracara di pengadilan. “Suatu saat OC Kaligis menyuruhku datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sebenarnya, sih, sidang perkara biasa. Namun, karena inilah pengalaman pertama ikut sidang, kaki ini tak bisa diam. Selalu gemetaran,” ujarnya (Hukumonline, 2015).

Pada 1983, Hotman pun bekerja di Bank Indonesia atas rekomendasi Prof. Subekti. Sayangnya, Hotman tidak merasa betah di BI. Bahkan, dalam suatu video unggahannya di Instagram menceritakan niatnya untuk bunuh diri dengan meminum racun akibat tidak betah bekerja di BI. Untungnya, saat akan melakukan niatnya itu, Hotman melihat suatu peristiwa kebahagiaan tukang becak dekat kostnya yang tertawa lepas seolah tanpa beban. Sejak itu, optimisme dan semangat kerja Hotman pun naik kembali.

Pengacara Kelas Global

Akhirnya, ia memutuskan untuk melamar ke Makarim & Taira S (M&T) sebagai associate lawyer (1983-1989). Di sini, ia mengasah dirinya sebagai corporate & litigation lawyer kelas dunia. Ia menangani berbagai kasus kepailitan dengan para pengacara dari belahan dunia seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan Singapore. Sang partner di Makarim & Taira ini sendiri adalah lulusan Harvard Law School yakni Nono Anwar Makarim dan Frank Taira Supit.

Kemudian, Hotman pun sempat bekerja magang di kantor advokat Free Hill Hollingdale & Page Sydney Australia. Secara bersamaan, Hotman juga menjadi partner di M&T (1989-1999). Dari sini, ia banyak menimba ilmu lapangan, bangku kuliah dan pelatihan profesi. Di Sydney, Hotman melanjutkan ke program master ilmu hukum University of Technology Australia (1990). Selain itu, ia juga banyak mengikuti kegiatan pelatihan seputar seluk-beluk hukum bisnis seperti Finance Law Summer School di Melbourne University (1988), Law Summer School di Monash University (1988), Financial Accounting Course di Sydney (1988), Stock Market Course di The Securities Institute of Australia (1990), Banking Practice Training Seminar di International Business Communications  (1988) dan lainnya.

Hotman Paris
Hotman Ketika di Australia. Sumber di sini.

Di tengah ramainya kasus kepailitan akibat krisis ekonomi 1998, muncul sosok pengacara yang baru pulang dari Australia yakni Hotman Paris Hutapea. Hampir 20 tahun lebih bekerja di Makarim & Taira S dan Free Hill Hollingdale & Page, Hotman akhirnya membentuk Hotman Paris & Partners (HPP). Apabila mengikuti periodisasi yang dilakukan oleh Ahmad Fikri Assegaf, maka HPP dikelompokkan sebagai kantor advokat generasi ketiga (Jurnal Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal Volume VII/Edisi, 10 Juli-Desember 2015).

Berkah Krisis

Tahun 1998 sendiri merupakan suatu fase penting dalam perkembangan dunia advokat pada umumnya dan karir Hotman secara personal. Salah satu poin hasil kesepakatan Pemerintah Indonesia dan IMF (letter of intent/LOI) adalah tentang perlunya peraturan perundang-undangan bidang ekonomi yang pro pasar untuk meningkatkan kepercayaan investor di tanah air (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 7/1999). UU No. 4 1998 tentang Kepailitan dan UU No. 5 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat yang cukup krusial dan menyedot perhatian publik.

Lahirnya UU No. 4 1998 tentang Kepailitan itu sendiri terbilang cepat karena mendesak dibutuhkan. Awalnya diterbitkan sebagai bentuk Perpu No. 1 1998 yang menggantikan warisan hukum kepailitan kolonial Failissementsverordening 1905 sebagai bentuk penyelesaian masalah kepailitan korporasi antara kreditur dan debitur (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12/2001). Kala itu, perkara kepailitan muncul di tanah air karena dipicu banyaknya perusahaan yang gagal bayar saat jatuh tempo.

Sebagaimana kita ketahui, krisis moneter telah memukul kondisi ekonomi di tanah air. Salah satunya ialah hutang korporasi dan perbankan dalam negeri. Sebelum 1998, banyak korporasi atau perbankan mengajukan pinjaman ke lembaga pembiayaan atau perbankan internasional. Namun, setelah 1998, badai krisis yang membuat nilai tukar rupiah terpuruk, akhirnya membuat hutang korporasi membengkak. Sedangkan kondisi perekonomian di masyarakat masih kacau sehingga prospek usaha korporasi belum bisa diperkirakan cerah waktu itu.

Ide tentang lahirnya UU Kepailitan dilatarbelakangi untuk menjaga stabilitas ekonomi di tanah air dan menjamin keamanan investasi untuk investor asing. Bagaimanapun, apabila suatu perusahaan dinyatakan tidak mampu membayar (first way out) sehingga kreditur memilih untuk melikuidasi (menjual) seluruh asetnya (second way out), hal ini akan berdampak cukup serius bagi kehidupan ekonomi (memicu mandeknya ekonomi) dan sosial (pengangguran yang bisa berdampak pada stabilisasi) di tanah air. Dengan UU No. 4 1998 tentang Kepailitan, maka ada mekanisme pengadilan niaga, restrukturisasi, PKPU, peran kurator, dan lainnya yang akan mempertimbangkan aspek kepentingan kreditur, debitur dan perekonomian nasional.

Adanya berbagai kasus kepailitan perusahaan dan sejak mendirikan HPP, nama Hotman pun mulai dikenal sebagai advokat ternama. Ia banyak dikenal sebagai pengacara litigasi dalam perkara kepailitan: international finance litigation, bankruptcy litigation, administrative litigation (TUN), criminal litigation. Laiknya Sandiaga Uno, bagi Hotman, krisis ekonomi 1998 adalah berkah untuk karir kepengacaraannya.

Hotman pun banyak menangani perkara kepailitan, sehingga ia pun dijuluki sebagai “raja pailit” dan “the most expensive” oleh suatu media. Hampir sebagian besar perkara kepailitan yang ditangani Hotman berhasil, sehingga tak berlebihan ia dijuluki raja pailit. Ia adalah the rising stars waktu itu, seperti halnya Sandiaga Salahuddin Uno yang sukses memanfaatkan krisis ekonomi sebagai berkah dengan perusahaan private equity Republik Indonesia Finance (sekarang Recapital) dan Saratoga Sedaya Investama (Sandiaga Uno, Kerja Tuntas, Kerja Ikhlas, 2017).

Mengapa kepailitan seolah membawa berkah bagi Hotman? Hotman Paris adalah pengacara yang terdepan membela banyak debitur menghadapi kasus litigasi kepailitan dengan para kreditur di pengadilan Niaga. Namun, karena belum sempurnanya UU kepailitan, maka pengajuan kepailitan debitur pun tidak langsung serta-merta dikabulkan oleh Pengadilan Niaga. Dengan demikian, tingkat prosentase perusahaan yang didaftarkan ke pengadilan niaga hanya dikabulkan sekitar 29% saja (Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12/2001).

Kehebatannya sebagai pengacara telah diakui oleh media nasional maupun internasional. Dengan kemampuannya itu, Hotman pun menjadi salah satu pengacara yang bayarannya cukup fantastis untuk menangani perkara. Di usia ke-39, sebuah media menjuluki Hotman sebagai the most expensive laywer di tanah air (The New York Times, July 6, 1999).

Dalam kasus kepailitan, Hotman lebih banyak membela kliennya yang berposisi sebagai debitur. Koran The New York Times menyebutnya an advocate for Indonesia’s debtors. Untuk itu, ia cukup ditakuti oleh kreditur asing. Capital Profile menyebut Hotman sebagai “The flamboyant corporate lawyer at the center of the country’s most notorious bankruptcy cases. Loved by local tycoons, feared by foreign creditors and respected by lawyers who marvel at his legal sleight of hand even as they question his methods” (Capital Profile, 2014).

Setelah sukses menangani perkara-perkara bisnis, Hotman juga tidak luput dari sorotan media massa karena menangani perkara pidana para artis seperti Inul Daratista, Manohara, Deddy Corbuzier, dan lainnya. Ia kemudian dikenal sebagai salah satu celebrity lawyer. Namanya pun kian melambung. Lebih dari itu, Hotman juga kerap memberikan bantuan hukum untuk masyarakat secara gratis. Kepeduliannya terhadap masyarakat karena didorong untuk memberikan pendidikan dan keadilan bagi mereka yang tidak mampu membayar jasa pengacara. Ini dikenal sebagai bantuan hukum ataupun pro bono publico. Kegiatannya terpusat di sebuah kedai kopi sederhana bernama Kopi Johny.

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *