Pada saat kelahirannya, Telkomsel menerapkan strategi telor ceplok: mengepung kompetitor dari pinggiran hingga berhasil masuk ke pusat.
Dua tahun setelah pilot project di Batam-Bintan (revolusi seluler 1 Januari), maka Telkomsel pun melakukan ekspansi ke berbagai provinsi lain pada tahun 1995. Sepanjang tahun itu, Telkomsel telah mengoneksikan seluruh wilayah di tanah air dengan layanan GSM-nya. Ini menjadikan Telkomsel sebagai operator layanan seluler yang jaringannya paling luas. Mengapa dalam setahun Telkomsel begitu agresif untuk menguasai coverage di tanah air? Menurut penuturan Garuda Sugardo dalam bukunya Telkomsel in First Era (2017) bahwa strategi seluruh pemain GSM di dunia adalah dengan cara memperluas cakupan wilayahnya hingga menjadi yang paling kuat.
Bagaimana Telkomsel menjadi market leader di pasar teknologi GSM pada tahun 1990-an? Telkomsel sendiri menggunakan strategi telor ceplok. Apa itu strategi telor ceplok? Strategi ini menitikberatkan bagaimana Telkomsel menyerang dari pinggirian lalu ke pusat, laiknya memakan telor ceplok yakni dimulai dari putihnya lalu terakhir ke kuning telor. Waktu itu, yang disebut dengan “kuning telor” adalah hot area yang pertumbuhannya bagus yakni Jakarta dan Jawa Barat. Sedangkan, “putih telor” adalah wilayah yang pertumbuhannya belum sehebat dua wilayah tadi.
Dengan demikian, strategi telor ceplok ala Telkomsel ialah mengepung Jakarta dan Jawa Barat dari pinggiran. Di awal-awal pendirian, Telkomsel memilih untuk menguasai area lain daripada langsung menembak ke Jakarta karena di wilayah ini sudah ada kompetitor besar yakni Komselindo dan Satelindo. Telkomsel memilih tidak “membangunkan macan tidur”. Pada 1996, Telkomsel pun gencar membangun infrastruktur di seluruh wilayah.
Baru setelah jaringan GSM di 11 provinsi terbangun (Medan, Mataram NTB, Bandung, Cirebon Jawa Barat, Padang, Surabaya, Aceh, Semarang, Tegal, Palembang, Lampung), pada tanggal 26 Mei 1996 Telkomsel mengudara di Jakarta. Setelah dioperasikan di Jakarta, segera saja iklan promosi Telkomsel muncul di pelbagai media cetak dan televisi dengan merek kartu pascabayarnya yakni KartuHALO. Dengan masuknya Telkomsel ke Jakarta, maka pasar terbesar pun bisa diambil.
Tiga Kunci Strategi Telor Ceplok
Secara umum, sebenarnya ada tiga kunci kesuksesan strategi telor ceplok ala Telkomsel dalam menggarap pasar Indonesia. Pertama, meningkatnya coverage atau jangkauan sinyal yang melayani masyarakat. Sampai tahun 1996, Telkomsel telah hadir di 27 provinsi (yang pada saat itu jumlahnya memang demikian), dan tahun-tahun berikutnya ia telah masuk ke berbagai kota atau kabupaten. Meskipun banyak yang melihat strategi ini memboroskan, tetapi terbukti efektif untuk menarik jumlah pelanggan dari seluruh tanah air.
Untuk bisa menggelar jaringan yang luas, Telkomsel menjalin kemitraan dengan 3 vendor utama dalam membangun BTS yakni Ericson, Motorola, dan Siemens. Masing-masing vendor menggarap wilayahnya masing-masing yang sudah ditentukan. Ericson menggelar jaringan untuk wilayah Sumatera Bagian Utara, Batam-Bintan, dan Sumatera Bagian Tengah. Motorola di wilayah Jabotabek, Jawa Barat, Kalimantan, dan Sulawesi Utara. Terakhir, Siemens menggarap wilayah Aceh, Sumatera Bagian Selatan, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, serta Irian Jaya (Papua). Saat mengglar jaringan, mereka bekerjasama dengan Kadivre Telkom.
Kedua, pada 1997 Telkomsel menerapkan metode prabayar. Pada awalnya, masuk ke pasar seluler ini, Telkomsel menggunakan kartu pascabayar KartuHALO. Pelanggan mendapatkan layanan terlebih dahulu, baru kemudian ditagih. Tetapi, karena banyaknya kredit macet di pelanggan, maka Telkomsel pun menerapkan sistem prabayar dengan mengeluarkan kartu SimPATI, yang diadopsi dari perusahaan telekomunikasi di Italia yakni Telecom Italia Mobile (TIM).
Kartu prabayar Telkomsel pun diberi nama SimPATI yang merupakan singkatan dari sistem komunikasi tepat dan pasti. Ide awalnya prabayar SimPATI ini adalah seperti kartu nomor telepon umum yang diberi nomer GSM. Dengan begitu, pelanggan hanya bisa menggunakan, habis, lalu dibuang. Selain itu, jika nomer itu sudah diaktifkan di area tertentu, ini tidak bisa dipakai di kota lain. Ini dinilai kurang nyaman dan pemborosan di mata pelanggan. Hal ini pun yang mendorong Telkomsel untuk menciptakan sistem prabayar yang bisa diisi ulang seperti saat ini, tanpa harus dibuang kartunya dan digunakan di berbagai wilayah.
Ketiga, open distribution channel. Pada tahun 1990-an, banyak pemain industri telekomunikasi menjual layanan dengan mempaket bersama perangkat kerasnya. Dengan begitu, untuk mendapatkan pelayanan, pelanggan akan membeli cukup mahal. Saat itu, rata-rata HP dibanderol dengan harga Rp 15 juta. Telkomsel melakukan terobosan dengan membebaskan perangkat keras yang digunakan, dan ia hanya menjual jasa. Dengan cara ini, maka banyak masyarakat yang memilih menggunakan jasa Telkomsel daripada pemain lain. Dua kompetitor utama Telkomsel di Jakarta yakni Satelindo dan Komselindo pun merasa gerah karena anak perusahaan Telkom ini.
Menjadi Market Leader
Dengan ketiga kunci strategi telor ceplok itu, Telkomsel pun menjadi salah satu pemain seluler yang dapat bertahan hingga saat ini, bahkan menjadi market leader. Pertumbuhannya cukup mengagumkan. Ini bisa kita lihat dari pertumbuhan pengguna nomer mobile di tahun 1990-an. Sebelum tahun 1995, pertumbuhan penggunaan mobile cellular terbilang cukup lambat. Tetapi, setelah hadirnya GSM dan lahirnya Telkomsel, pertumbuhan pengguna ponsel pun tumbuh pesat.

Meskipun penetrasi seluler sempat mengalami pertumbuhan yang kecil pada 1997-1998, tetapi setelah krisis, pertumbuhan pengguna seluler pun naik pesat lagi. Sejak saat itu, banyak merek ponsel yang masuk ke tanah air hingga booming seperti Nokia, Ericson, Motorola, Samsung, Sony, dan lainnya. Bahkan, pada tahun 2002, pertumbuhan pengguna seluler sudah mulai menyalip jumlah pengguna telepon rumah (fixed line).
Menurut data Bank Dunia, pada akhir 2005, jumlah pelanggan GSM wireless sudah mencapai 48 juta. Dari keseluruhan pelanggan, 95%-nya adalah prabayar. Sementara itu, pengguna telepon rumah hanya mencapai 9 juta pelanggan yang umumnya berada di kota-kota besar. Fixed line ini diperkirakan tidak akan tumbuh lagi dikarenakan sudah tergantikan oleh seluler. Oleh karena itu, para pemain telekomunikasi pun mulai masuk ke pasar CDMA fixed wireless yang bisa berkompetisi dengan GSM. Kala itu, pada 2002, Telkom mengeluarkan produk terbarunya yakni Telkom Flexi. Produk ini cukup sukses, meskipun pada akhirnya harus tutup pada 2014.
Dari tahun ke tahun, pertumbuhan jumlah pelanggan, pendapatan dan kontribusinya Telkomsel terhadap Telkom sebagai perusahaan induk kian signifikan. Sejak berdiri hingga saat ini, omset Telkomsel telah tumbuh mencapai Rp 91 triliun (2019). Tak heran, dengan pertumbuhan yang besar ini, Telkomsel pun menjadi sumber pertumbuhan baru bagi Telkom sejak. Secara omset, kontribusi Telkomsel terhadap Telkom mencapai 75%. Dengan begitu, Telkomsel merupakan salah satu “anak emas” Telkom. Lalu dalam hal jumlah pelanggan, Telkomsel pun kini mencapai 171 juta pelanggan (2019).
Sumber foto: Techjak