Sudah 100 hari kepemimpinan Prabowo-Gibran. Banyak upaya yang dilakukan. Survei tingkat kepuasan pun relatif tinggi. Tetapi, kabinet tergemuk sejak Orde Baru ini, justeru masih terlihat kedodoran:
- Low Tempo: Gaya permainan kurang agresif dan responsif.
- Lack of Stars: Kurangnya bintang lapangan yang menggebrak.
- Low Creativity: Belum munculnya terobosan kebijakan.
- Blunder: Sudah tiga kasus blunder besar terjadi pada tim.
- Defensive: Memilih bertahan dari serangan kritik.
- Sliding Tackle Jokowi: Antisipasi Jokowi yang suka merebut bola.
- Open Play: Permainan lebih terbuka karena threshold dihapus.
Low Tempo Prabowo-Gibran
Di awal pemerintahannya, Prabowo-Gibran tampil sat-set dengan langkah cepat memilih “tim kesebelesannya”, retreat ke Magelang, dan gaspol kerja masing-masing.
Sayang, setelah itu, tim kesebelasan Prabowo-Gibran ini seperti berjalan lamban. Seolah-olah tidak ada greget dan winning spirit untuk mencapai target.
Prabowo-Gibran sendiri seperti “lose control” terhadap tim gemoynya ini. Meskipun baru 100 hari, tetapi kita belum mendengarkan evaluasi kinerja para menterinya.
Untuk menjaga ekspektasi masyarakat, kadangkala ada perlunya menunjukkan sikap greget itu. Salah satunya mengevaluasi kinerja menteri.
Lack of Stars
Ibarat permainan sepakbola, komposisi tim kesebelasan Kabinet Merah-Putih pilihan Prabowo-Gibran ini tidak memiliki bintang yang tampil cemerlang di lapangan. Indikatornya, selama 100 hari pertama, belum terlihat pemain brilian atau kreatif yang menghasilkan kebijakan untuk rakyat.
Menteri Sugiono yang dicitrakan memiliki kemampuan banyak bahasa, nyatanya viral karena dianggap tidak menguasai cara diplomasi. Wamen Dikti & Saintek Stella Christie yang dianggap rekrutan hebat, nyatanya belum menghasilkan gebrakan apapun selama seratus hari ini.
Diperlukan bintang lapangan untuk menggebrak performa kabinet.

Uncreative
Karena tidak ada pemain bintang di dalam tim kesebelasan Merah-Putih ini, maka terlihat jelas bahwa kurangnya kreativitas dalam menghasilkan kebijakan.
Untuk menjaga ekspektasi publik, diperlukan kreativitas dan terobosan-terobosan untuk mendapatkan kepercayaan.
Sejauh ini, justeru kebijakan tidak populer yang muncul di media seperti rencana deforestasi 2 juta ha hutan untuk perkebunan sawit. Kebijakan ini menuai kontroversi.
Lalu, isu kenaikan PPN 12% menjelang akhir tahun 2024, yang membuat masyarakat berpikir ulang tentang kapabilitas Menkeu SMI, yang dianggapnya hanya jago berhutang dan menaikkan pajak, seolah tidak ada jalan lain.
Blunder
Viralnya kasus Gus Miftah, Raffi Ahmad, hingga Satryo Brodjonegoro ini menandakan bahwa cukup kencangnya blunder yang dilakukan para punggawa kabinet Merah-Putih .
Dalam hal ini, mereka seolah kurang update soal ethics.
Dalam buku Higher Ground (2024) karya Alison Taylor, para pemimpin harus mengikuti isu-isu publik sensitif saat ini sebagai bagian dari ethics. Contohnya, aksi sok kuasa di jalan, sexism, guyon merendahkan, atau feodalisme di kantor itu sudah tidak lagi relevan.
Akibatnya, publik marah terhadap perilaku seperti itu.
Defensive
Viralnya video Deddy Corbuzier tentang Makanan Bergizi Gratis (MBG) ini seolah-olah menunjukkan defensifnya permainan kabinet Merah-Putih terhadap kritikan masyarakat.
MBG yang digadang-gadang dapat meningkatkan kualitas gizi siswa Indonesia, ternyata menunya dinilai kurang memenuhi standard. Akibatnya, banyak siswa ataupun masyarakat mengkritik.
Sayang, kritikan dihadapi oleh key opinion leader (KOL) seperti Deddy. Begitupun dalam kasus pagar laut di Tangerang, beberapa instansi Pemerintah dan menterinya terlihat defensif dan menggunakan Abu Janda untuk menyerang kritik.
Sliding Tackle Jokowi
Munculnya istilah “presiden shift siang, presiden shift malam” yang ramai digunjingkan di media sosial akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pengaruh manuver Jokowi harus diantisipasi oleh Prabowo.
Melihat pengaruh Jokowi yang masih besar dan terlihat selalu ingin show of force, ayah dari Wapres Gibran ini bisa saja merebut bola dengan sliding tackle demi kepentingannya.
Pertama, adanya ke-14 wajah lama di kabinet Prabowo-Gibran ini menunjukkan dominasi ball possession-nya.
Kedua, intensitas pertemuan Jokowi dan Prabowo dalam tiga bulan ini, tentu bukan pertemuan biasa.
Open Play
Salah satu kebijakan yang patut diacungi jempol dari Prabowo-Gibran dalam 100 hari ini adalah dihapuskannya presidential threshold 20%.
Threshold ini sudah lama jadi momok bagi para aktivis dan para calon pemimpin alternatif untuk ikut kompetisi pemilihan kepala daerah hingga presiden.
Dengan dihapusnya threshold, maka permainan pun cenderung mulai terbuka ke depan. Siapappun bisa ikut berkompetisi.
Dengan demikian, siapapun memiliki peluang yang sama untuk turun ke lapangan. []