Mengapa Desak Anies?

  • 3 min read
  • Dec 31, 2023

Baru-baru ini, Desak Anies kerap menjadi trending topic di media sosial. Pasalnya, banyak orang mengapresiasi, mencela, berminat ikutan, hingga ingin mendatangkan sosok-sosok yang berseberangan dengan Anies Baswedan untuk hadir bertanya. Dengan kata lain, Desak Anies pun menjadi sebuah acara kampanye yang relatif heboh. Sampai pada titik ini, kita harus acungkan jempol pada kandidat Anies dan timnya yang berhasil menciptakan program tersebut. Tetapi, pertanyaan penulis, mengapa Desak Anies? Bukankah seharusnya Desak AMIN?

Harus diakui, acara Desak Anies ini sebuah terobosan menarik dari sisi komunikasi kepemimpinan. Pertama, dengan format indoor dan tatap muka, Anies ingin mendengarkan langsung keluhan masyarakat, dan ia sendiri bisa lebih intensif menyampaikan visi dan programnya kepada target audiens. Kedua, Desak Anies sebagai ajang unjuk gigi kapabilitas dan wisdom Anies agar masyarakat dari berbagai lapisan bisa melihat dan mau memilihnya kelak. Ketiga, Desak Anies sebagai strategi kampanye yang mengedepankan rational value proposition, sehingga ini diharapkan menjadi taktik yang efisien untuk mengonversi potential voters yang belum punya pilihan. Dengan demikian, dari sisi konsep, acara Desak Anies memang yahut. Tetapi, sekali lagi pertanyaannya, mengapa harus Desak Anies, bukan Desak AMIN?

Bila melihat dari sisi aktivitas kampanye, tampaknya, ruang gerak Anies dan Cak Imin terlihat berbeda. Anies gerilya untuk kelompok-kelompok masyarakat yang tidak berpartai, sedangkan Cak Imin terlihat ingin mengamankan kantong-kantong PKB dan NU agar tidak ke lain hati. Tetapi, penulis melihat itu bukan sekadar karena pemisahan peran, melainkan adanya gejala Anies-sentris: terpusatnya gagasan, kapabilitas, dan kreativitas mengusung tema perubahan dalam figur Anies. Dan, terpusatnya suatu gagasan, kapabilitas, serta kreativitas pada sosok tertentu tidaklah terlihat buruk

Gejala Anies-sentris ini tidak sekadar pada acara Desak Anies, melainkan dengan mengusung tema perubahan itu sendiri.

Anies, Dibalik Perubahan

Harus diakui, Anies adalah figur sentral yang mengusung tema perubahan. Kata “perubahan” itu sendiri barangkali berasal dari Anies mengingat posisinya saat ini. Meskipun ia dinilai tidak pernah beroposisi terhadap rezim inkumben, tetapi posisinya yang dipersepsikan vis a vis dengan penguasa saat ini membuat tema perubahan menjadi terasa pas. Menurut kamus politik William Safire, kata “perubahan” akan terlihat menarik jika digunakan untuk menggambarkan pertentangan antara inkumben dan sang penantang. Dengan demikian, kata perubahan betul-betul mencerminkan Anies-sentris.

Dan, Anies adalah figur yang mampu membangun retorika tentang perubahan. Menurut Anies, ada empat pertanyaan yang harus dijawab dalam mengusung visi perubahan ini: (1) apa yang harus ditingkatkan; (2) apa yang perlu dikoreksi dari kebijakan saat ini; (3) apa yang harus dihentikan; dan, (4) hal baru apa yang harus dimasukkan.

Beberapa program Anies tampaknya memang seperti mengusung perubahan terhadap kebijakan yang ada. Yang paling diingat publik seperti misalnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dipilih untuk tidak dilanjutkan. Anies memilih membesarkan 14 kota yang ada sehingga menjadi pusat pertumbuhan baru dan mengeliminasi kesenjangan. Contoh lainnya lagi adalah visi politik luar negeri Indonesia yang dinilainya cenderung transaksional untuk kepentingan perdagangan dan ekonomi semata. Padahal, menurut Anies, Indonesia bisa memainkan peranan lebih luas, tidak sekadar motif ekonomi dalam hal kebijakan luar negeri. Untuk itu, salah satu agenda jika ia terpilih jadi presiden adalah datang di Sidang Umum PBB, yang tak pernah didatangi oleh Jokowi.

Dengan demikian, bisa dipahami jika Anies adalah orang yang paling paham kemana arah perubahan yang ingin dibawanya. Sementara itu, pasangannya Cak Imin terlihat belajar keras untuk menghapal arti perubahan yang diusung rekannya. Ini terlihat dari debat calon wakil presiden Jumat lalu (23/12).

Cak Imin Kedodoran

Ada yang menarik dari sesi debat calon wakil presiden Jumat lalu, yakni kedodorannya Cak Imin menghadapi gaya ofensif Gibran yang tak diduga sebelumnya dan ketajaman Mahfud MD. Kedodorannya Cak Imin di forum debat itu bukan disebabkan keberhasilan trik Gibran menirukan cara-cara bapaknya atau ketajaman Mahfud MD dalam menyerang. Ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan Cak Imin mengelaborasi gagasan perubahan atau slepetnomics yang diusungnya bila dipraktekkan nanti.

Pada tahap tertentu, secara komunikasi kepemimpinan, Cak Imin mampu menjelaskan “why” (keberpihakan) dan “what” (visi) gagasannya. Tetapi, dalam aspek “how” (bagaimana dipraktekkan), tampaknya Cak Imin tidak sepasih pasangannya Anies. Seandainya yang digagas adalah Desak AMIN bukan Desak Anies, barangkali Cak Imin tidak akan kedodoran seperti terjadi pada debat cawapres Jumat lalu itu.

Tim Ingin Kemenangan

Bukan rahasia umum bila mayoritas pengusung AMIN adalah bagian dari inkumben. Partai pengusung Anies, Partai Nasdem, adalah bagian dari inkumben, dan begitupun pasangan wapres yang juga sudah menikmati bulan madu dengan inkumben selama bertahun-tahun. Dan, hingga hari ini, Presiden Jokowi tidak mengeluarkan para menteri dari PKB dan Nasdem, kecuali terjerat kasus hukum. Dengan kata lain, dalam sepuluh tahun terakhir, mereka menikmati kenyatamanan.

Oleh karena itu, tak heran bila dalam debat cawapres minggu lalu, Cak Imin tidak berkutik saat Gibran menyerang keterlibatannya di acara potong tumpeng di IKN. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya sebelum gabung koalisi bersama Anies, Cak Imin terkesan no issue terhadap IKN. Tetapi, ketika pasangan capresnya tidak setuju dengan IKN, mau tidak mau Cak Imin pun berubah sikapnya. Di sini terlihat bahwa Cak Imin tidak punya sikap jelas dalam hal IKN.

Dengan demikian, agak aneh sebenarnya bila para pengusung Anies ingin melakukan perubahan. Yang mereka inginkan adalah kemenangan dengan membiarkan Anies untuk menjual gagasan perubahannya kepada masyarakat. Dan, Anies juga tahu bahwa mayoritas gerbong yang dibawanya adalah inkumben, sehingga barangkali ia lebih nyaman menggunakan Desak Anies daripada Desak AMIN. []

Related Post :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *