September tahun 2018, penulis mendapatkan kesempatan untuk menulis sebuah buku persembahan untuk K.H Ma’ruf Amin, yang waktu itu sudah ditetapkan sebagai cawapres mendampingi capres Jokowi. Ajakan penulis sambut dengan senang hati. Penulis menyanggupi, lalu dimulailah riset literatur dan interview. Dari situ, penulis dapat merumuskan konsep dan arah buku yang akan ditulis. Selama kurang lebih 3 bulan, penulis melakukan riset wawancara, studi literatur dan brainstorming dengan counterpart team, dan menulis. Akhirnya, Desember 2018, buku ini pun bisa dipresentasikan kepada K.H Ma’ruf Amin. Beliau mengapresiasi penulisan buku atas pemikirannya dan tampak puas ditulis dengan baik.
Mengapa buku ini ditulis?
Banyak lembaga riset ekonomi global, seperti McKinsey dan BCG, memproyeksikan Indonesia akan menjadi negara besar di masa depan. Modalnya adalah pasar yang besar, pembangunan infrastruktur yang intensif, daya beli masyarakat yang meningkat (kelas menengah), berkembangnya sektor-sektor industri baru, dan munculnya sumber-sumber pertumbuhan baru ekonomi Indonesia di kota-kota kecil (second cities).
Dengan potensi kue ekonomi yang besar ke depan ini, kita tidak ingin kelak hanya dikuasai oleh segelintir orang, sehingga tidak mengedapankan asas keadilan, keumatan (demokrasi ekonomi) dan daya saing (kemandirian) usaha rakyat. Menyongsong kemajuan ekonomi Indonesia ke depan, kami menilai perlunya diiringi dengan semangat membumikan Arus Baru Ekonomi Indonesia yang yang digagas oleh KH. Ma’ruf Amin.
KH. Ma’ruf Amin sendiri adalah salah seorang pemikir Islam yang memiliki perhatian besar terhadap ekonomi umat. Oleh karena itu, pada 2017, Majelis Ulama Indonesia yang diketuainya menyelenggarakan Kongres Ekonomi Umat dan menelurkan gagasan Arus Baru Ekonomi Indonesia. Munculnya ide ini berawal dari keresahan semakin tingginya ketimpangan kepemilikan aset, kurangnya keberpihakan Pemerintah terhadap ekonomi rakyat, merajalelanya praktek ekonomi yang tidak berlandaskan nilai-nilai moral, dan lainnya. Dengan demikian, perlu suatu terobosan cara berpikir tata kelola dan praktek kehidupan ekonomi di dalam masyarakat Indonesia.
Membumikan Arus Baru Ekonomi Indonesia adalah perspektif zaman now tentang tata kelola ekonomi negara atau praktek-praktek ekonomi masyarakat yang berlandaskan prinsip keadilan (ekonomi moral/ekonomi syariah), keumatan (kerakyatan, kemitraan) dan kemandirian bagi seluruh elemen masyarakat (redistribusi aset). Ketiga konsep ini satu sama lain saling berkaitan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pertama, keadilan ekonomi. Keadilan ekonomi didasari oleh ekonomi moral (moral economy) yang memiliki spirt nilai-nilai keagamaan (ekonomi syariah), kemanusiaan dan keadilan sosial (social justice). Karena itu, umat Islam ditugaskan untuk memerangi kebatilan (amar maruf nahi mungkar).
Kedua, ekonomi keumatan yang berarti semangat ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) sehingga berpihak kepada rakyat. Tata kelola ekonomi yang saat ini cenderung lebih menguntungkan para pengusaha besar (konglomerat), sebagaimana dipraktekkan oleh pemerintah pada zaman Orde Baru, harus mengarah pada keberpihakan ekonomi rakyat (demokrasi ekonomi). Adanya demokrasi politik sejak tahun 1998, kita menginginkan terwujudnya demokrasi ekonomi. Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi akan menyebabkan “petaka” bagi bangsa ini: kesenjangan ekonomi.
Ketiga, prinsip dalam Membumikan Arus Baru Ekonomi Indonesia yang terakhir adalah kemandirian ekonomi. Ini berisikan semangat nasionalisme ekonomi yang memegang prinsip kemandirian dan memberdayakan yang lemah agar memiliki daya saing. Di dalam prinsip kedaulatan ekonomi, terdapat empat landasan penting yakni redistribusi aset, UUD 1945, kemerdekaan (berdikari), membesarkan yang kecil (pemberdayaan).
Dalam redistribusi aset, KH. Ma’ruf Amin mengatakan pentingnya “Mari Bung Rebut Kembali”. Ini adalah spirit bagaimana aset yang hanya dikuasai oleh segelintir orang perlu diredistribusikan agar rakyat memiliki kedaulatan untuk memperjuangkan nasibnya. Dengan kepemilikan aset oleh segelintir orang ini akan menciptakan ketergantungan terhadap pihak lain, sehingga tidak memberikan kesempatan yang sama (equal opportunity) sebagaimana dalam demokrasi ekonomi.
Di bawah ini penulis lampirkan executive summary tentang isi buku The Ma’ruf Amin Way.